Hilangnya bendera empat warna di arena lomba, nampaknya menjadi kenyataan yang harus ditindaklanjuti. Peternak menjadi salah satu pihak yang merasa tertantang untuk menghadirkan kembali produk bernilai empat warna. Diakui oleh peternak bahwa hal itu memang menjadi pekerjaan yang tidak mudah, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan.

Ada proses yang harus dijalani, apakah proses itu panjang atau tidak, semua bergantung banyak hal. Beberapa peternak mengaku bahwa mencetak burung empat warna dengan tingkat kestabilan yang bagus, adalah sebuah tantangan tersendiri dan itu harus bisa di lakukan dan direalisasikan.
Jay Jay Yogyakarta mengatakan bahwa burung jaman dulu stabil, namun seiring perjalanan waktu, lama-lama bergeser. Factor inilah yang menyebabkan bendera empat warna saat ini sulit untuk didapat. Bahkan Jay Jay mengaku bukan karena factor sistem penjurian 3 5 7 yang menyebabkan hilangnya bendera empat warna di arena.

“Sistem penjurian sekarang kembali ke 3 5 7, saya sangat setuju karena perkutut pakem dan tidak boleh keluar dari pakem, depan tengah ujung harus sesuai pakem. 3 5 7,” terang pemilik JnJ Bird Farm Yogyakarta. Bahkan Jay Jay menambahkan bahwa beruntung sistem penjurian 3 5 7 segera disosialisasikan sehingga peserta banyak yang paham.
“Masa sekarang ini tidak ada burung yang menonjol murni, ada burung mewah tapi tidak kerja. Kayak di Thailand burung stabil terlepas dari suara tidak sama dengan style Indonesia, makanya sekarang banyak ambil ambil di Indonesia,” ungkap kung mania bernama Paulus Andriyanto.

Untuk itulah peternak sudah waktunya mencetak burung stabil dan bukan menghasilkan produk yang hanya bisa sekali bunyi bagus. ditambahkan pula bahwa burung ngedrop boleh tapi jangan sampai merusak irama. Demi merealisasikan produk empat waktu yang stabil, JnJ Bird farm lagi mengembangkan trah Havana yang dicrossing dengan luar dan peternak lain.
“Mencetak burung bagus apalagi stabil, butuh proses, bisa memakan waktu panjang karena belum tentu bisa berhasil dan itu harus terus dicoba. Jika gagal maka diulang lagi. Harus tekun,” ungkap Jay Jay.

Disampaikan pula bahwa dulu gampang dapat empat warna, sekarang tidak bisa. Pelan-pelan pakem harus dijalankan sesuai AD/ART. Zona nyaman harus hilang agar bisa maju dan berkembang seiring tuntutan zaman,” sambung pria berkacamata. Henryarto Semarang mengaku terus mengupayakan agar bisa menghadirkan produk empat warna.
“Sampai saat ini Atlas masih mengupayakan, mungkin adiknya Putra Kadur dengan jantan baru. Ada juga kandang Atlas JJJ keponakan Putra Kadur, yang saat ini di rawat Umam Pamekasan. Tipe burung tersebut tengah banyak, depan dan ujung bagus,” terang Henryarto.

Kandang Atlas 333 A saat ini menjadi salah satu andalan yang diharapkan bisa menghadirkan produk impian. Menurut Henryarto mencetak burung bagus dan stabil harus bisa dan optimis karena kalau tidak, maka impian tersebut tidak akan menjadi kenyataan. Kehadiran bendera empat warna sebenarnya bukan menjadi tugas peternak semata, tetapi harus didukung pula oleh penjurian di lapangan.
Menurut Henryarto, turun step selama irama masih bisa, maka seharusnya nilai harus dinaikkan. Selama tidak mengurangi kualitas irama, maka harus tetap dinilai. “Kadang juri memberikan nilai kurang ketika ada burung yang mengalami penuruan step, padahal irama tetap masuk kategori bagus,” jelas peternak yang sukses mencetak Legendaris dan Putra Kadur, perkutut berprestasi level nasional.

H.Larno Tangerang mengatakan bahwa sebenarnya untuk peternak bisa menghadirkan produk empat warna adalah hal yang bisa dilakukan. Begitu juga dengan sistem penjurian 3 5 7 adalah hal yang harus dilakukan agar ada standarisasi penjurian yang benar dan sesuai dengan aturan yang ada.
“Sistem penjurian yang ada sekarang ini harus dijaga, kalau standar tidak dijaga maka orang tidak akan pernah diberikan diskresi. Sistem penjurian adalah sebagai acuan dan standar untuk menjaga kualitas burung, sebab kalau tidak dijaga maka akan berdampak tidak baik,” terang pemilk 3F Tangerang.

Untuk bisa menghadirkan kembali bendera empat warna memang butuh proses dan peternak juga harus dikasih standar. Peternak harus mengikuti aturan ini dan bukan sebaliknya aturan yang menuruti peternak,” sambung H.Larno. Jika aturan saat ini dirasa memberatkan dan dilakukan penurunan standar, maka hal itu sangat tidak benar.
“Mungkin saat ini belum banyak peternak yang berhasil mencetak burung empapt warna, namun demikian semua itu perlu ekstra kerja dan pemahaman dari peternak. Butuh proses juga karena tidak instan. Standar kualitas juga harus dijaga dengan aturan, sehingga hasil yang didapat akan lebih baik,” ungkap H.Larno.

H.Winardi Sethiono Banjarmasin memberikan pandangan yang sama. “Kalau kita kembalion ke jaman dulu bahwa burung kita kestabilannya luar biasa,” tegas pemilik Win’s Bird Farm Banjarmasin. Disampaikan juga bahwa sistem penilaian yang ada sudah betul dan mengacu pada AD/ART dan harus dipertahankan.
“Yang berubah sekarang ini adalah pencitraan terhadap burung, karena kita terpengaruh dengan volume besar sehingga ketahanan tidak bisa. Maka dari itu, kita harus kembali ke jaman dulu dengan Indonesia Style yang pakem Indonesia, maka kita harus menjalankan dua periode dengan bibit-bibit yang tidak mendukung,” jelas H.Winardi.

Diakui oleh H.Winardi Sethiono bahwa memang syarat bunyi kurang. “Kita punya pakem, style dan cengkok yang bagus. Kalau kita ingin mengembalikan empat warna, bukan mengembalikan nilai sistem penjurian, tetapi mengembalikan style Indonesia. Jangan merubah sistem penjurian karena sudah betul,” sambung Ketua Pengwil Kalimantan Selatan.
H Abd Aziz Ababil mengakui bahwa burung empat warna saat ini sudah ada. Hanya kurang memenuhi syarat bunyi. “Burung sekarang ini tidak seperti tahun-tahun dulu. Burung yang turun di arena adalah stok lama , mungkin untuk tahun 2026 akan ada. Untuk mencari yang sempurna 4 dan 5 sulit, tapi bisa dibuat,” yakin H.Abd Aziz.

Upaya yang sudah dilakukan, memang tidak bisa langsung dipastikan. “Saya tidak mau mendahului, tapi upaya sudah dilakukan. In syaa Allah ada,” ungkap kung mania yang juga seorang Ustadz . Soal sistem penjurian 3 5 7, H.Abd. Aziz mengaku setuju dan kalau bisa jangan sampai dirubah.
Guna mendukung terciptanya burung dengan bendera empat warna maka Dewan juga harus bisa membedakan burung 3 hitam dan burung 4 warna, jangan takut untuk memberikan nilai yang sesuai. “Sistem prnjurian harus membedakan antara burung mewah dan burung biasa meski rajin burung. ini perlu mendapatkan perhatian, agar apa yang sudah dilakukan peternak ada hasilnya,” harap H.Abd.Aziz.