Usianya sudah mencapai 71 tahun, namun masih terlihat energik dan tidak kalah dengan yang lebih muda. Selalu aktif dalam setiap kegiatan hobi perkutut di Sumenep. Tak ada kata libur untuk selalu berada di tengah-tengah komunitas para penggemar, pelomba dan peternak. Eksistensinya sudah tidak bisa diragukan lagi.

Sosok yang dimaksud adalah Sudaryo yang tinggal di Desa Pabian Kecamatan Karang Panasan Kabupaten Sumenep. “Saya suka perkutut sejak usia masih muda. Sampai saat ini kesenangan terhadap perkutut tidak bisa hilang dan terus ada,” terang Sudaryo mengawali obrolan.
Selama puluhan tahun berada diantara sekian banyak kung mania, Sudaryo menikmati hobi yang dilakoninya. “Hobi perkutut itu enak dan nyaman serta banyak manfaat yang saya dapat, selain bisa menambah keluarga juga, bisa mendapatkan apa yang kita inginkan,” sambung pria yang akrab dipanggil Daryo.
Eksistensinya di dunia hobi perkutut penuh warna. Turun lomba menjadi bagian rutinitas yang dilakoninya. Bersama sang orbitan yakni Sangkuriang, Sudaryo berusaha untuk terus berada di arena konkurs. “Saya dulu pegang burung milik Bapak H.Kurniadi Kolor Sumenep, burung bernama Sangkuriang. Lomba demi lomba tidak pernah saya lewatkan, apalagi jika burung siap untuk dilombakan,” sambung Sudaryo.

Prestasi bagus inilah yang menjadi alasan kuat untuk terus mengawal perkutut ternakan S.Riang tersebut. Perjuangan bersama Sangkuriang dilakukan pada tahun 2000. Turun di kelas Dewasa Senior dan Dewasa Yunior menjadi pilihan. Pemilihan kelas berdasarkan kondisi burung.
Jika dalam performa puncak, maka Dewasa Senior menjadi pilihan kelas bagi Sangkuriang. Begitu juga sebaliknya. Dengan cara seperti ini, Sangkuriang mampu mempertahankan prestasi yang didapat selama masa tarung di berbagai kegiatan hobi perkutut. Pengembaraan Sudaryo bersama Sangkuriang, akhirnya mengilhami untuk membangun kadang ternak dengan harapan bisa mengorbitkan produk sendiri.
Waktu berjalan dan pada tahun 2005, Sudaryo berhasil mengorbitkan produk kandang sendiri bernama Putri AD, perkutut yang lahir dari kandang ternaknya yakni Putri AD Bird Farm. Produk tersebut moncer tidak hanya di gelaran lokal dan regional, namun sudah menembus konkurs LPI.

Sama seperti strategi yang dilakukan, Dewasa Senior dan Dewasa Yunior me menjadi pilihan kelas untuk Putri AD. Keputusan turun di kelas mana, juga ditentukan dengan kesiapan sang andalan. Seiring perjalanan waktu, ketika nama Sudaryo sudah semakin familier diantara kung mania Sumenep, banyak kegiatan lain yang dilakukan, semisal ditunjuk jadi tukang tancap bendera saat ada pelaksanaan acara.
Profesi itu benar-benar menjadi pilihan yang dianggap tepat. “Saya senang olah raga, jadi tukang tancap adalah salah satu kegiatan omah raga,” ungkap Sudaryo lagi. Bahkan ketika betugas, pilihan kelas yang diinginkan adalah di kerekan karena dinilai lebih banyak melakukan aktifitas dan bergerak aktif.
Kepercayaan dan pengalaman yang sudah banyak dari profesi tukang tancap, akhirnya Sudaryo dipilih untuk menjadi koordinator tukang tancap di Sumenep. “Alhamdulillah sekarang saya resmi jadi koordinator tukang tancap untuk kegiatan di Sumenep. Ini adalah tanggung jawab yang harus saya jalankan,” kata pria berkacamata.

Meski tugas menjadi seorang tukang tancap, turun lomba tetap menjadi pilihan. Biasanya lokasi dimana burung miliknya lomba, Sudaryo bertugas sebagai tukang tancap. “Walaupun saya tugas di kelas dimana burung saya lomba, tapi saya tidak mau mempengaruhi pada juri untuk memberikan nilai yang tidak sesuai, setidaknya saya lebih tahu penampilan burung karena bisa memantau langsung dari dalam lapangan,” papar Sudaryo lagi.
Prestasi paling anyar yang di bukukannya adalah dalam gelaran Konkurs Liga Perkutut Indonesia Putaran 2 bertajuk Bupati Cup Sumenep. Turun di Kelas Piyik Bebas, orbitan bernama Putri Salju ternakan Tak Nyana berhasil meraih juara 23. Hasil yang harus tetap disyukuri.