Semarak hobi perkutut tanah air semakin tak terbendung. Agenda kegiatan padat menjadi pemandangan yang bisa disaksikan dengan jelas dan terang. Setiap minggu bergulir even di tingkat wilayah. Bahkan untuk daerah-daerah tertentu, kegiatan para milik kung mania ini bisa tergelar tiga sampai empat kali dalam satu minggu.

Sebuah kondisi dan kenyataan yang tidak bisa lagi dicegah. Peserta memadati arena konkurs, bukan lagi untuk sekedar menyalurkan hobi, tetapi lebih kepada misi untuk memenangkan pertarungan perebutan podium juara di kelas yang diikutinya. Adu gengsi sudah tidak lagi dihindarkan.
Namun sayang di tengah gemerlap perjuangan para jawara, kehadiran perkutut dengan bendera bernilai empat warna tak pernah lagi bisa diperlihatkan. Hasil akhir setiap babak penjurian dalam sebuah gelaran, baik ditingkat daerah, wilayah bahkan nasional, tak terlihat ada bendera empat warna tertancap persis di bawah nomor kerekan ataupun gantangan milik peserta.
Pencapaian yang sebenarnya menjadi angan-angan seluruh komunitas, baik perawat ataupun pemilik, tak pernah lagi bisa dipertontonkan. Lenyapnya bendera empat warna dari dalam arena seakan menjadi krisis yang dialami para jawara yang selalu dinanti oleh setiap kung mania.

Bendera paling tinggi yang diraih peserta adalah tiga warna hitam atau nilai 43 3/4. Apa yang sebenarnya terjadi. Apakah memang saat ini kualitas burung empat warna memang sudah habis dan berakhir atau ada faktor lain. Berikut beberapa juri, pengamat dan dewan pengawas memberikan komentarnya.
Benny Mintarso, Ketua Bidang Penjurian Pengwil Jawa Timur mengatakan bahwa kenapa burung sekarang tidak bisa ke 4 warna. “Burung empat warna saat ini sebenarnya ada, tapi karena syarat bunyi kurang, sehingga tidak bisa mencapai bendera empat warna,” terang Benny Mintarso.
Sistem penilaian 3 – 5 – 7 yang menjadi salah satu penyebab tidak adanya lagi pencapaian bendera empat warna. Terdeteksi tidak ada burung 4 warna sejak adanya Pakta Integritas diberlakukan. Selama ini penilaian mentok di angka tiga warna hitam atau 43 ¾. Ada kalanya bendera usulan.
“Kalau sudah diusulkan berarti ada peluang bisa mencapai 4 warna. Namun karena syarat bunyi kurang, maka tidak sampai 4 warna.,” ungkap Benny lagi. Lebih lanjut disampaikan bahwa mindset kung mania saat ini tengah banyak, jadi kalau kurang step maka akan mengurangi penilaian.
“Selama ini banyak yang mencari tengah banyak, jadi ini yang menyebabka bunyi susah. Apalagi bunyi 7 kali. Ada anggapan dari juri ketika ada burung bunyi dengan tengah banyak dan selanjutnya bunyi tengah tersebut berkurang, maka dianggap burung itu kurang. Ini adalah tugas saya untuk mengembalikan mindset juri,” janji pemilik BN BF Surabaya.

Billah Armadiyanto Bekasi, memberikan komentar. “Kalau saya amati, kita lagi krisis burung kualitas, secara kesuluruhan kualitas burung menurun, bukan karena aturan. Pakta Integritas tidak menjadi penyebab. Mungkin burung ada tapi tidak banyak bunyi, Kualitas 4 warna ada tapi entah kenapa tidak bisa 4 warna,” papar Billah.
Namun demikian ada dua faktor yang menjadi penyebab, yang utama selain kualitas juga kurang syarat bunyi. Untuk bisa mencapai nilai 44, maka harus mencapai 7 kali bunyi. Tapi karena syarat bunyi kurang, maka nilai tersebut tidak bisa didapat. Billah Armadiyanto membandingkan dengan 10 tahun yang lalu.
Disampaikan juga bahwa sekelas burung nasional sebenarnya ada yang mampu mencapai nilai empat warna, tapi karena syarat bunyi yang kurang, maka nilai tersebut tidak bisa diraih. Dan semua itu bukan karena aturan.Aturan sebenernya sudah lama, tapi sekarang lebih diterapkan dan diperketat.
“Kekurangan burung saat ini secara latar dan mutu suara menurun, tidak seperti dulu. Mudah-mudahan dengan berjalannya waktu peternak lebih selektif dan peternak mulai banyak merombak untuk menciptakan burung dengan mutu suara seperti dulu. Burung Indonesia kelebihan di irama,” harap pemilik Bagus BF Bekasi.

Hairul Anam Dewan Pengawas asal Sampang Madura, mengatakan bahwa kualitas burung empat warna memang tidak ada. ”Kualitas burung memang tidak ada, kalau dipaksakan maka juri yang akan kena. Mentok 3 warna hitam, kadang ada usulan tapi tidak kuat ke 4 warna. Apalagi sekarang penilaian lebih ketat. Burung dulu yang pernah berjaya, sekarang performa menurun karena faktor usia,” tegas pria yang akran dipanggil Kacong.
Triyono mantan juri nasional asal Yogyakarta mengaku bahwa memang burung tidak ada. “Kalau juri ngasih 4 warna pada burung tersebut, maka pasti akan ribut karena burung memang tidak mampu, nilai empat warna bisa diberikan dengan syarat harus 7 kali berturut-turut tanpa salah,” jelas pria yang kini ditunjuk menjadi Dewan Pengawas.
Ditambahkan pula bahwa sebenarnya ada burung 4 warna tapi syarat bunyi kurang. “Sebenarnya ada pukulan 4 warna tapi sayang tidak kuat berturut-turut, kalau dulu ada. Tapi sejak adanya Pakta Integritas maka sekarang sulit bisa capai 4 warna. Juri saat ini kalau nyolong-nyolong tidak berani pasti kelihatan,” urai juri pria yang menyandang sebagai juri nasional pada usia 18 tahun.

Akhmad Mauludin juri nasional asal Sampang Madura mengatakan bahwa memang ada burung yang memiliki potensi ke empat warna, tapi syarat bunyi tidak memenuhi. “Bukan burung 4 warna tidak ada, tapi kualitas dan kuantitas yang tidak bisa masuk, sehingga tidak sampai untuk memenuhi nilai empat warna,” jelas Akhmad.
Persyaratan untuk bisa mencapai nilai empat warna harus memenuhi 7 kali bunyi secara stabil dan berkualitas. Artinya meskipun ada burung yang mampu mengeluarkan bunyi lebih dari 7 kali, namun tidak diimbangi dengan kualitas, maka perolehan nilai tidak bisa mencapai nilai empat warna.
“Pencapaian nilai 4 warna, ada target 7 kali masuk, dikasih kesempatan 9 kali. Prosentase harus stabil. Burung mewah ada tapi kurang stabil, makanya ada usulan merah, dengan pukulan 4 warna. Dari 9 bunyi tapi yang masuk cuma 4 kali, maka itu tidak bisa mendapatkan nilai empat warna. Kualitas harus diimbangi dengan kuantitas,” ungkap Akhmad lagi.
Dengan kata lain bahwa burung mewah tapi kurang bunyi, maka tidak bisa. Begitu juga sebaliknya burung gacor tapi tidak kualitas maka itu juga tidak bisa dapat nilai empat warna. Interval dari bunyi ke bunyi 15 detik. Hitungan dimulai dari 200. Faktor kestabilan bunyi memang sulit. Itulah tantangan yang harus dihadapi dan dipecahkan.