Ternyata popularitas tidak selamanya harus dimiliki untuk bisa mengekesiskan diri pada bidang yang kita geluti selama ini. Meski tanpa popularitas yang tinggi, manusia masih bisa melakukan apa yang sudah dijalani tanpa mengalami kendala. Itulah yang dirasakan dan dialami Faisal Putra Madura, sosok pebisnis hewan yang ditekuni selama puluhan tahun.

Ayam hutan menjadi satu diantara sekian ladang bisnis yang digeluti dengan hasil yang menggembirakan. “Nama saya memang tidak populer tapi saya punya banyak langganan yang berasal dari seluruh Indonesia,” terang Faisal mengawali obrolan. Jember, Banyuwangi, Lombok, Sumbawa, Bima dan daerah lainnya menjadi lokasi penyebaran ayam hutan dagangannya.
Konsumen yang tersebar dimana-mana menjadikan usaha yang dilakoni membuahkan hasil yang menggiurkan. “Saya main ayam hutan sudah lama, sejak harganya masih dikisar 10 sampai 15 ribu dan sekarang sudah mencapai ratusan ribu serta puluhan juta,” sambung pria berambut gondrong.

Alasan yang membuat dirinya bertahan di hobi ayam hutan, selain warna yang dinilai eksotik, bunyi yang khas, ayam hutan adalah produk asli lokal Indonesia. Terlebih untuk warna ayam hutan hijau, dianggap memiliki penampilan yang sungguh mempesona. Sangat baik dan cocok untuk dipelihara, baik untuk untuk koleksi rumahan apalagi untuk pajangan.
Bahkan menurut Faisal, jika ditekuni, maka ayam hutan akan menjadi lahan yang menggiurkan. “Terus terang saya sebenarnya ingin mengembangkan ayam hutan, namun terkendala lahan yang tidak mendukung, makanya saya selama ini hanya bisa beli dan jual saja,” ungkap Faisal.

Untuk saat ini yang bisa dilakukan adalah dengan mencoba kawin dodokan, namun seringkali gagal karena berbagai faktor. Disampaikan pula bahwa popularitas yang tidak terlalu menyolok ini disebabkan oleh sistem penjualan yang dilakukan secara on line, sehingga tidak banyak yang tahu keberadaan asli Faisal.
Orang hanya mengetahui lewat media sosial saja. Bahkan untuk mendapatkan ayam hutan incarannya, Faisal mengaku juga melalui cara on line. “Saya cari dan jual ayam hutan semua lewat on line, pengiriman dilakukan lewat on line,” tambahnya. Kenyataan ini memang tidak bisa mendongkrak harga jual.

Angka transaksi yang pernah dilakukan hanya berada dinilai Rp 14 juta. Andai saja sistem penjualan dilakukan secara off line, maka harga yang dibandrol bisa lebih dari itu. Namun ia mengaku melakukan enjoy tanpa beban. Faisal juga mengaku menyediakan ayam hutan untuk rumahan (klangenan) dan juga untuk lomba.
“Beda ayam hutan untuk rumahan dan lomba, kalau rumahan yang penting gacor saat ada di rumah, sedangkan untuk lomba, harus punya mental lapangan yang tinggi,” ungkap Faisal lagi. Agar bisa lebih meningkatkan harga jual, Faisal mencoba turun lomba. Beberapa penyelenggaraan mulai menjadi tujuannya.

Kontes Ahanusa di Banyuwangi dan Bondowoso pernah dirasakannya. Untuk gelaran di Banyuwangi, Faisal berhasil meloloskan ayam hutan bernama Sakera pada Kelas COC pada urutan pertama dan Kelas Kokok diperingkat ketiga. Sedangkan even di Bondowoso, Faisal sukses mengantarkan ayam hutan bernama Satelit pada Kelas Kejinakan diposisi ketiga dan Kelas Kokok pada podium yang membanggakan.
Prestasi inilah yang akhirnya mendongkrak harga ayam hutan tersebut. “Ada salah satu ayam hutan saya yang sudah ditawar Rp 15 juta, tapi belum saya lepas. Rencana mau tak lombakan dulu biar harga bisa naik lagi,” kata Faisal mengakhiri obrolan.