H.Leman adalah nama yang tidak asing lagi di telinga kung mania di era 1990 sampai 2000-an. Sebagai salah satu pemandu bakat ternama, sosok satu ini begitu popular di kalangan penggila lomba. Sikapnya yang familier membuat semua orang merasa senang dan nyaman ketika berada di dekatnya.

Selain mahir memainkan peran sebagai perawat perkutut tingkat nasional, joke-joke yang selalu dilontarkan membuat banyak orang merasa terhibur. Diantara deretan pemandu bakat, tidak sedikit nama besar perkutut yang sudah diorbitkan sampai pada batas maksimal performa yang dimilikinya.
Bintang Timur orbitan Widodo, Rurit dan Joyoboyo andalan Jariyanto, Bajul Ijo dan Pangeran amunisi Memet, adalah perkutut yang pernah merasakan sentuhan tangan H.Leman sampai menuju puncak prestasi. Diakui bahwa saat memegang kendali Bintang Timur sekitar tahun 1995 – 1996, tak ada yang mampu mengambil alih posisi terbaiknya.
Performa yang dimiliki serta didukung oleh rawatan yang pas dan cocok, membuat nama Bintang Timur, benar-benar menjadi idola ketika itu. Suka duka sebagai seorang pemandu bakat (perawat), H.Leman menjadi cerita perjalanan yang tidak akan pernah terlupakan sampai kapanpun.

Meski sempat berada di puncak popularitas, namun bukan berarti semua yang direncanakan selalu berjalan sesuai harapan. “Merawat burung itu tidak gampang, kalau lagi pas, maka burung akan bunyi,” terang H.Leman mengawali obrolan saat infoagrobur.com berkunjung ke kediamannya di wilayah Keputih Sukolilo Surabaya.
Meski dikenal sebagai perawat level nasional, bukan berarti setiap kali lomba, burung akan selalu tampil sesuai harapan. “Meski sudah dirawat, kadang burung tidak mau bunyi saat berada di lapangan,” sambung H.Leman. Lebih lanjut disampaikan bahwa ada beberapa faktor mengapa burung yang sudah mengalami rawatan, tetapi ternyata enggan tampil.
Faktor alam dan adanya hal-hal yang diluar nalar, pernah dirasakan saat menjadi perawat beberapa perkutut milik sang juragan. “Saya pernah merasakan burung keluar darah dari mulutnya, tapi gak sampai mati,” ungkap H.Leman.

Hal-hal berbau magic inilah yang menjadi salah satu pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan. Kenyataan itulah yang akhirnya menjadi sebuah kesimpulan bahwa mengobrbitkan burung sampai pada level atas, adalah sebuah perjalanan yang membutuhkan berbagai kelebihan.
“Burung bisa sampai juara itu tidak gampang, tantangan berat. Saya pernah mengalamai dengan cara tirakat (tidak tidur) saat menjelang turun lomba agar burung bisa tampil dan bisa menjadi juara,” kata pria yang kini sudah memasuki usia 74 tahun. Pengalaman saat membawa Rurit tarung di Pulau Dewata Bali sampai akhirnya bisa juara 1.
Ketika rekan-rekan lain mengisi waktu dengan mencari tempat hiburan, H.Leman berusaha untuk tetap bersama Rurit di dalam kamar dengan cara tidak tidur dan menjaganya agar bisa terus terpantau. Pengalaman lain adalah saat, tanding di Palembang bersama Bajul Ijo dan pasangan betinanya.

Siapa sangka, Bajul Ijo yang diharapkan bisa mengakhiri proses penjurian di podium batal karena tidak sesuai harapan. Sebaliknya, betina yang merupakan pasangan Bajul Ijo yang mau tampil dan berhasil menjadi juara keenam pada kelas yang diikutinya. Wajar jika pada akhirnya, setiap perawat yang berhasil mengantarkan perkutut rawatannya pada podium juara, mendapatkan bonus yang sesuai.
Namun, semua itu kini menjadi cerita. Sejak satu tahun lalu, H.Leman mengaku tidak lagi berada di jalur tersebut. “Satu tahun lali saya sudah berhenti main perkutut. Saya sekarang istirahat menjalani hari tua. Perkutut sudah saya lepas semua,” ungkap H.Leman lagi. Alasan kesehatan menjadi keputusan yang tidak bisa dibantah lagi.
“Saya sudah tua dan ingin menikmati hari tua ini tanpa perkutut. Keluarga semua mendukung keputusan ini,” sambung H.Leman lagi. Meski terasa berat, namun hal itu harus dilakukan demi kebaikannya. Awalnya H.Leman mengaku sulit untuk pergi dari dunia yang sudah memberikannya banyak cerita.

Namun, lambat laun bisa dilakukan dan saat ini, sudah benar-benar istirahat total dari perkutut. Di rumahnya tidak lagi nampak ada perkutut. semua kosong tanpa ada suara perkutut. Sebenarnya ingin memelihara perkutut satu atau dua ekor saja, namun kendala untuk memberi makan dan minum, adalah hal yang tidak bisa diwujudkan.
Ketika ingin mendengarkan suara perkutut, biasanya dilakukan dengan cara membuka di media social. Seringkali juga aktif mengikuti perkembangan hobi perkutut dari group WA yang dimilikinya. Namun, itupun jarang dilakukan. Kini, rutinitas sehari-hari adalah nonton tv dan melakukan aktifitas ringan lain yang tidak menuntut sesuatu yang berlebihan.
“Saat ini saya hidup berdua dengan istri, anak-anak sudah menjalani hidupnya dengan keluarga mereka masing-masing. Alhamdulillah saat ini saya merasakan enjoy menikmati hidup dan bisa senang dengan apa yang saya rasakan,” kata H.Leman lagi.