Semarak hobi perkutut tanah air, benar-benar bisa dirasakan oleh seluruh komunitas. Mulai dari padatnya agenda lomba, meningkatnya frekuensi perburuan burung, baik untuk calon amunisi ataupun materi kandang sampai pada munculnya pemain-pemain lawas, menjadi indikasi dan fakta yang tidak bisa terbantahkan bahwa dunia hobi perkutut Indonesia mengalami kemajuan yang luar biasa.

Kualitas produk yang dipamerkan juga mengalami kemajuan yang menggembirakan. Pertarungan para jawara di dalam arena, menjadi moment yang selalu dinantikan oleh seluruh kung mania, baik mereka yang bertarung langsung di dalam arena ataupun yang menyimak informasi dari berbagai media. Kondisi ini menjadi prestasi yang patut diapresiasi. Namun sayang keberhasilan ini, tidak diikuti oleh kemandirian peternak Indonesia.
Sampai saat ini peternak Thailand masih menjadi referensi bahkan pemasok yang belum bisa dihindari. Sampai saat ini Indonesia menjadi pasar yang potensial bagi peternak Thailand untuk terus memasarkan produk, tanpa kita bisa berbuat banyak. Kita menjadi konsumen yang tidak bisa melepaskan diri dari mereka. Setiap produk yang mereka tawarkan, tidak ada kata ditolak.

“Sudah saatnya kita harus mengakhiri ketergantungan pada peternak Thailand. Kita jangan terus-terusan kalah oleh mereka,” tegas Benny Mintarso. Lebih lanjut disampaikan bahwa saat ini Thailand terus berbenah untuk meningkatkan mutu dan kualitas hasil ternaknya, sehingga mereka bisa selalu menawarkan dengan mudah produk sesuai harapan peternak Indonesia.
“Sampai kapan kita harus bergantung terus pada Thailand. Sudah waktunya peternak Indonesia bisa mandiri tanpa lagi bergantung pada peternak Thailand,” sambung pemilik BN Bird Farm Surabaya. Demi memuluskan agenda mereka, agar bisa terus “menjajah” peternak Indonesia dengan produk impiannya, peternak Thailand berusaha mengumpulkan trah-trah lama seperti MLT N.1, MLT N.2, MMC N.2, TPP T.9 yang sudah terbukti sukses mencetak produk unggulan, salah satunya Aljazair.

Langkah ini diambil dengan tujuan, agar produk yang dihasilkan masih memiliki daya tarik bagi peternak di Indonesia. Apabila proses pengembangan ini berhasil, maka tidak ada pilihan lain bagi peternak kita untuk tetap menggunakan produk tersebut. Nah, jika hal itu tidak sampai terjadi, maka peternak Indonesia harus segera ambil sikap, ambil keputusan dan langsung melakukan aksi nyata dengan cara berbenah agar tidak selamanya peternak kita harus menggantungkan diri pada mereka.
Tidak ada pilihan lagi, yakni dengan melakukan pembenahan bagi peternak Indonesia. Jangan sampai kita selamanya harus kalah dengan peternak Thailand. Sudah saatnya kita melepaskan diri dari “penjajahan” yang sudah dilakukan peternak Thailand selama ini. Ketika kita masih terus bergantung pada peternak Thailand, hal ini menjadi sebuah ancaman menakutkan dan mengerikan bagi peternak lokal.
Mana kebanggaan yang bisa kita tampilkan. Apakah selamanya peternak Indonesia harus menunggu kiriman produk import agar bisa tampil sebagai yang terbaik. Sudah saatnya kita melepaskan diri dari mereka. Cara yang bisa dilakukan untuk keluar dari semua ini. Salah satunya adalah dengan melakukan kolaborasi antar peternak. Kolaborasi ini tentunya untuk menyamakan dan menyatukan persepsi dan tujuan akhir adalah menghasilkan burung berkualitas 3 – 5 – 7.

Menurut Benny Mintarso langkah kongkrit yang bisa dilakukan adalah P3SI Pusat mengundang peternak besar di Indonesia, untuk duduk bareng, tapi bukan ingin mengurusi dapurnya. “Setiap peternak pasti punya dapur sendiri-sendiri. Itu bukan item yang akan dibahas, tetapi bagaimana mencari solusi agar peternak Indonesia bisa segera mengeluarkan burung yang sesuai aturan yakni 3 – 5 – 7,” ungkap Benny Mintarso. Produk Indonesian Style sudah saatnya dihadirkan oleh setiap peternak di Indonesia untuk menghadang masuknya produk import.
“Sudah saatnya peternak Indonesia tidak lagi import dari Thailand. Kita harus mencetak produk sendiri yakni pakem dan irama,” jelas Benny Mintarso. Diakui bahwa proses menuju kesana memang tidak mudah dan gampang. Butuh waktu sekitar dua sampai tiga tahun. Namun kalau tidak segera dilakukan, maka sampai kapan kita akan terus menjadi pihak yang selalu kalau dan menggantungkan diri pada peternak Thailand. Jangan lagi ada keinginan untuk menghabiskan uang kita pada mereka.
Produk Indonesian Style harus menjadi kebanggaan kita semua. Sudah saatnya pula peternak dalam negeri harus menyamakan visi dan misi. Adapun visi yang dimaksudkan adalah burung produk dalam negeri harus jadi tuan rumah di negeri sendiri (cinta produk dalam negeri) dan menghemat devisa dalam artian perputaran uang hobi Perkutut jangan sampai lari ke luar negeri. Sedangkan untuk misi adalah peternak dalam negeri harus melakukan kolaborasi untuk menghasilkan burung-burung berkualitas sesuai aturan 3 – 5 – 7.