Rapat Evaluasi Liga Perkutut Madura 2025 yang digelar pada Selasa, 22 Juli 2025 di kediaman h.Abd.Azis Pamekasan, selain untuk terus memastikan dukungan, kepedulian, kekompakan dan semangat seluruh pengurus, agenda tersebut juga ingin mengetahui apa saja yang dialami penyelenggara, khususnya hal-hal yang tidak diinginkan.

Karena yang pasti Liga Perkutut Madura memang ingin menghadirkan sebuah gelaran untuk kung mania sehingga bisa terus menyalurkan hobi perkututnya. Namun harus tetap bisa memberikan rasa nyaman dan tenang bagi penyelenggara. Dua hal yakni bisa menyenangkan peserta dan membuat tenang penyelenggara, adalah tujuan yang harus dicapai.
Jangan sampai gelaran ini hanya bisa menjadi wadah bagi kung mania untuk menyalurkan hobi, namun membuat susah penyelenggara. Untuk itulah seluruh pihak yang terlibat, diundang untuk memberikan masukan, saran, ide sekaligus kritikan demi perbaikan gelaran ke depan yang lebih baik dan lebih menuju pada faktor menyenangkan.
H.Yazid RM, tokoh perkutut Pamekasan yang diberikan kesempatan menuturkan tentang apa yang dialami dan dirasakan. “LPM hampir setara LPI,.setelah saya amati, ada titik lemah. Juri di LPI jauh berbeda dengan LPM. Pengda harus selektif dalam mendatangkan juri yang akan ditugaskan, jangan sembarangan merekrut juri,” jelas H.Yazid RM.

Pernyataan tersebut langsung direspon oleh Akhmad Mauludin, juri nasional Sampang. “Masalah kualitas juri masih di bawah rata-rata karena banyak juri yang baru. Kebutuhan juri yang luar biasa banyak, akhirnya harus memanfaatkan juri yang ada meski itu masih baru. Ke depan juri menjadi salah satu agenda penting yang akan diperhatikan,” ungkap Akhmad Mauluddin.
Misi yang ingin dicapai nantinya adalah Pengurus LPM mampu menjadikan Madura sebagai barometer hobi perkutut tanah air. Salah satu persiapan yang harus dilakukan adalah memiliki juri yang handal, sehingga mulai saat ini, pengurus sudah melaksakanan pengkaderan juri menuju masa yang diharapkan.
Guna merealisasikan keinginan tersebut, ada rencana untuk menggelar sarasehan atau diklat juri khusus Madura dengan tujuan membantu meningkatkan kualitas juri. Saat ini banyak juri binaan, sehingga perlu adanya SK yang harus segera dikeluarkan agar juri tersebut bisa ditugaskan untuk menambah jam terbang.

H.Yazid RM juga memberikan masukan agar setiap kolom dihadirkan juri ikut untuk ikut menilai, sehingga kemampuan mereka bbisa terus terlatih dan terasah. Upaya seperti itu sudah dilakukan di berbagai Pengda. “Saya pernah melatih juri, tiap latihan hadir dan menilai burung, tanpa honor karena tujuan untuk melatih kecekatan dan kepekaan mereka,” ungkap Akhmad Mauludin.
Di Bangkalan pernah diadakan agenda untuk meningkatkan mutu dan kualitas juri lewat program Akademi Juri Profesional, juri pemula dan yunior diturunkan dengan dibantu juri senior dan Nasional. Menurut pengakuan H.Matsin, di Sumenep sering menjalankan kegiatan berupa KolNil yang sifatnya pembinaan bagi juri.

“Saya kira juri di Madura sudah layak dan mampu, tapi butuh regenerasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Di Pamekasan sudah ada program pembinaan juri yang sudah berjalan di masing-masing wilayah (Utara dan Selatan). Ada penilaian terhadap kinerja juri berdasarkan hasil kinerjanya,” jelas Arif RBT Suaidi Pamekasan.
Bambang Mabes Pamekasan mengomentari bahwa untuk juri Madura dari Yunior sampai Nasional sudah jempol. Jadi untuk mendatangkan juri dari luar maka kualitasnya harus bisa mengimbangi, sehingga bisa menjalankan tugas tanpa ada kendala. Wawan juri nasional asal Sumenep mengatakan bahwa permintaan juri kurang kadang berlangsugn dadakan, sehingga panitia tidak bisa memilih juri yang sesuai harapan.
Ada masukan yang mempersoalkan tentang nama juri yang tidak dikenal oleh peserta. Sehingga ketika mereka berteriak memanggil namanya agar burung miliknya diperhatikan, maka tidak bisa dilakukan. Berbagai solusi diberikan, semisal dengan memberikan nama juri yang bersangkutan pada seragam yang dipakai pada bagian belakang.

Masukan lain adalah keseragaman bendera, mulai dari warna dan ukuran. Tidak ada perbedaan, terutama soal ukuran. Salah satu usulan yang mendapatkan perhatian adalah soal bendera diskualifikasi. Bendera ini harus berbeda dan menyolok jika dibandingkan dengan bendera nilai, sehingga seluruh peserta bisa membedakan.
Beberapa masukan, mengusulkan untuk menggunakan warna oranye untuk bendera diskualifikasi dan pada bendera tersebut ditambahi tanda X dan tinggi bendera 70 cm. Masalah serius dan perlu mendapatkan perhatian dan penanganan adalah kerugian yang dialami oleh penyelenggara. Jumlah keugian yang dicapai mencapai angka sampai puluhan juta rupiah.