Kung mania tanah air baru saja usai merampungkan agenda nasional Liga Perkutut Indonesia Putaran 3. Bertajuk Tugu Muda Cup, even yang terselenggara menggunakan lapangan Royal Family Semarang, Sabtu dan Minggu, 10 – 11 Mei 2025, sukses tergelar tanpa meninggalkan kesan kurang bagus.

Sistem Penjurian menjadi perhatian yang mendapatkan porsi terbesar. Korps juri yang diturunkan menjadi pengadil, dinilai mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Berikut komentar peserta yang hadir langsung di lapangan dan merasakan bagaimana kinerja juri sudah menunjukkan kualitasnya.
Bambang BK Primarasa Bandung, memberikan penilaian bagus bagi kinerja juri. “Saya nilai kerja juri di LPI Semarang sudah bagus,” terang kung mania senior. Namun demikian ada beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian. namun itu tidak sampai mengganggu hasil akhir dari kinerja juri.
“Ada beberapa juri yang tidak pernah turun ke luar kota sehingga agak grogi, tapi itu gak masalah dan gak terlalu fatal, bisa diperbaiki. Tinggal menambah jam terbang dari juri itu sendiri, pasti perasaan grogi akan hilang dengan sendirinya,” sambung kung mania yang akrab dipanggi Bambang Kancil.
Tegaknya sistem penjurian dibuktikan dengan ketatnya perolehan nilai. Tidak ada burung yang berhasil menembus bendera 4 warna. Menurut Bambang Kancil hal itu bukan disebabkan juri menahan nilai burung agar bisa menyentuh nilai tersebut. “Nilai empat warna butuh stabil, banyak bunyi tapi kualitas, istimewa dan gacor,” ungkap BK.
“Kenapa tidak ada nilai empat warna, bukan karena di tahan sama juri.tapi juri menilai secara fair play. Saya salut sama Ra Mahmud yang mampu tegas ketika ada masalah penjurian di lapangan,” tambah Bambang Kancil lagi.
Awong Surabaya, mengatakan hal yang sama. “Bagus dan ketat penjurian di Hari Minggu. Saya rasa sudah sesuai dengan aturan yang ada,” kata pemilik AW Bird Farm. Disampaikan bahwa penilaian beda dengan sekarang. “Dulu nilai 3 warna gampang, sekarang tidak demikian,” ungkap Awong.

Bahkan masih menurutnya sekarang burung 3 warna bisa juara, sebaliknya dulu susah bisa masuk 5 besar. “Secara keseluruhan penjurian LPI Semarang sudah lebih baik, kita punya Pak Ra Mahmud Bangkalan yang lebih tegas dari pengurus sebelumnya. Hari Sabtu ada koordinator yang dipindah posisi jadi juri dari Kelas Piyik Bebas ke Piyik Hanging,” kata Awong.
H.Roy Fajri Team Primarasa Bandung memberikan penilaian yang sama. “Kalau menurut saya penilain sekarang sudah lebih bagus, lebih ketat, lebih hati-hati dan jauh lebih baik dari sebelumnya. Sekarang juri pada hati-hati menilai burung, Pakta integritas sudah dilakukan. Sebelum ada Pakta Integritas jauh, ngasih bendera asal-asalan,” terang H.Roy Fajri,
Saat ini tidak hanya syarat bunyi yang menjadi acuan untuk mendapatkan kenaikan bendera, tetapi syarat keindahan, jauh lebih diperhatikan. Juri saat ini harus yakin kualitasnya dan memang harus bagus. H.Roy Fajri melihat bahwa saat ini juru sudah mulai tidak bisa diintervensi oleh peserta.
Namun masih ada beberapa kendala yang sering kali menjadi masalah di lapangan, yakni persepsi yang berbeda antara juri dan peserta. Menurut H.Roy kalau peserta ingin burungnya juara, sehingga mereka minta kepada juri agar burungnya dapat nilai naik. Peserta kadang hanya menghitung syarat bunyi, tetapi keindahan tidak dipedulikan.
“Menurut peserta syarat bunyi sudah masuk 3 – 5 – 7, tetapi belum tentu bagi juri. Jadi ada baiknya bagi peserta untuk memperhatikan juga syarat bunyi dan keindahan suaranya, sehingga burung bisa layak dan pantas untuk mendapatkan kenaikan nilai. Hal ini yang sering kali menjadi salah satu komplain yang dilakukan peserta,” ungkap H.Roy.
Masih menurut salah satu motor Team Primarasa bandung, kondisi ini bisa saja terjadi, karena intern juri sudah seragam, tentang Pakta Integritas, tapi belum tentu di kalangan peserta. Namun secara keseluruhan, H.Roy menilai bahwa penjurian di Tugu Muda Cup Semarang sudah dikatakan bagus.
“Ini soal beda persepsi, disebabkan karena sosialisasi kurang maksimal, kadang sebelum lomba hanya disampaikan Pakta Integritas tapi kualitas burung belum tentu, kadang karena ambisi ingin juara, maka syarat bunyi dijadikan alasan agar burungnya bisa dapat nilai atau naik,” papar H.Roy lagi.

Dayat Team JBM Malang mengaku bahwa penilaian di Tugu Muda Cup Samarang sudah terbilang bagus. “Saya melihat dan menilai bahwa penjurian di Kelas Dewasa Senior, sudah bagus dan ini harus terus ditingkatkan agar kualitas lomba bisa lebih baik lagi dan lomba akan semakin semarak,” kata Dayat.
Diakui bahwa penjurian yang bagus ini memang berdampak pada ketatnya hasil penilaian yang didapat. Para jawara tidak ada yang mampu menembus nilai bendera 4 warna. “Saya kira secara kualitas, semua burung sudah bagus, namun karena ketatnya penjurian, maka bendera empat warna tidak bisa didapat oleh satupun peserta yang hadir,” sambung Dayat.
Tarjo Surabaya, yang hadir dalam acara tersebut memberikan penilaian bagus. “Sistem penjurian agak ketat dan menerapkan aturan baru. Namun ada beberapa kekurangan yang juri yang saya nilai kurang paham, tapi ke depan seiring berjalannya waktu, saya yakin juri akan bisa menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan benar,” terang Tarjo.
Ketidakpahaman yang dimaksudkan adalah, juri masih terlihat canggung dan kurang lepas karena terlalu berhati-hati dan tidak ceroboh. Sebab menurut Tarjo hal itu tidak baik bagi mereka karena berdampak pada kinerja yang kurang sesuai. Sebaliknya Tarjo melihat peran Pengawas yang berfungsi dengan maksimal.
“Fungsi Pengawas sudah bagus dan sesuai sebagaimana mestinya, tidak diam di tempat. Terlihat terus bergerak untuk memastikan bahwa setiap apa yang menjadi tugasnya, bisa dilakukan dengan baik dan tepat sasaran,” sambung kung mania yang sudah malang melintang di jagad hobi perkutut tanah air.
Usman Pamekasan menilai kinerja juri cukup bagus meski ada beberapa catatan. “Penjurian cukup bagus namun belum bagus beneran. Waktu itu saya bersama salah satu panitia dan juga peserta, kami menilai bertiga, bahwa burung sudah mengeluarkan bunyi sebanyak 5 kali, tetapi ternyata juri menilai 3 kali yang layak,” ungkap Usman.
Kejadian tersebut berlangsung pada Hari Minggu di Kelas Dewasa Senior. Namun Usman berharap bahwa ke depan, hal seperti itu tidak akan terjadi lagi dan penjurian akan semakin bagus seiring perkembangan hobi yang semakin menjanjikan dan bertambah semarak. “Wajar ada kekurangan, tapi kita harus memperbaiki kekurangan agar penjurian lebih bagus,” harap Usman.

Jay-Jay JnJ Bird Farm Yogyakarta juga memberikan nilai bagus untuk kinerja juri. “Saya kira penjurian sudah bagus, hal ini bisa dilihat tidak ada yang protes,” jelas pemilik Jay Jay. Lebih lanjut disampaikan bahwa tidak ada burung yang mampu meraih nilai sampai bendera 4 warna, namun bukan berarti tidak ada burung bagus. “Ada burung bagus tapi tidak bunyi maksimal, sehingga tidak bisa mendapatkan nilai lebih,” ungkap pemilik JnJ Yogyakarta.
Alfian Arifin kung mania Makassar menilai bahwa penjurian sudah bagus. “Saya kira penjurian sudah bagus, sesuai dengan aturan. Semua menjalankan tugas dengan baik, sesuai hasil diklat kemarin di Surabaya. Semoga sistem penilaian ini bisa terus ada dan juri mampu menjaga amanah yang sudah diberikan,” harap Alfian Arifin.
Iven Yustian, mania asal Malang membenarkan bahwa juri sudah menjalankan tugasnya dengan baik. “Kinerja juri sudah bagus sesuai dengan Pakta Integritas yang sempat saya pelajari,” terang Iven Yustian. Namun demikian ada beberapa catatan yang harus segera ditindaklanjuti.
“Ada yang satu yang kurang enak dari hasil penjurian kemarin di Semarang, yakni kualitas beberapa juri yang saya nilai kurang peka dan kurang agresif,” jelas Iven. Hal lain yang menjadi perhatiannya adalah pemberian tanda bunyi yang dinilai sangat dipersulit. “Masakah bendera tanda bunyi saya sulit dapat, padahal hanya tanda bunyi saja,” ungkap Iven.
H.Abd.Aziz Ababil Sampang, memberikan penilaian yang sama. “Menurut saya penjurian sudah bagus sekali. Hitungan bunyi sudah betul dan penjurian sudah transparan,” jelas pemilik Ababil Bird Farm Sampang.
Beberapa catatan juga diberikan yakni soal pemberian bendera usulan yang terjadi pada Kelas Dewasa Senior, dimana burung orbitannya ikut tarung. “Ada masalah burung saya tidak dikasih usulan, Dewan kurang peka pada burung. Burung bukan dinilai depan atau tengah atau ujung, tetapi keseluruhan,” ungkap H.Abd.Aziz.
“Penjurian di Semarang ada plus minusnya, tapi sudah banyak baiknya. Tinggal keadilan yang kurang, jangan lihat burung punya siapa, tapi lihatlah apakah burung itu layak atau tidak mendapatkan nilai bagus,” kata H.Abd.Aziz lagi. Henryarto mengaku bahwa semua itu berkat dukungan dan kinerja juri yang bagus, sehingga seluruh proses penilaian berjalan sesuai.
“Saya memang berharap agar juri bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan benar, sehingga apa yang sudah kami usahakan, menghasilkan sebuah lomba yang betul-betul diinginkan oleh peserta,” jelas pemilik Atlas Bird Farm Semarang.